Buku Evaluasi Berorientasi Hots (Higher Order Thinking Skills)

Berikut ini ialah berkas Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills). Download file PDF. Buku ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2018.

 Berikut ini ialah berkas Buku Penilaian Berorientasi HOTS  Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills)
Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills)

Buku pegangan penilaian Higer Order Thinking Skill ini merupakan pola bagi pendidik, kepala sekolah, pengawas, dan pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan semoga mempunyai pemahaman yang sejalan dengan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya berkaitan dengan penilaian HOTS. Melalui buku pegangan ini, pendidik diharapkan tidak akan mengalami hambatan berarti dalam penerapannya.

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan melalui Direktorat Pendidikan Dasar telah berupaya optimal untuk memfasilitasi implementasi penilaian berbasis HOTS, tetapi semuanya akan berpulang pada kesungguhan, sikap, dan keterampilan kepala sekolah, pendidik, pengawas sekolah, serta Dinas Pendidikan terkait dalam mengimplementasikannya. Dalam hal ini, perubahan pola pikir (mindset) kepala sekolah, pendidik, pengawas sekolah, orangtua, serta pemangku kepentingan, terkait dengan banyak sekali perkembangan dalam system penilaian merupakan prasyarat bagi suksesnya implementasi penilaian berbasis HOTS.

Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills)

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills):

Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Hihgher Order Thinking Skills). Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi. Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Peran guru profesional dalam pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan berguru penerima didik dan mengahsilkan lulusan yang berkualitas. Guru profesional ialah guru yang kompeten dalam membangun dan membuatkan proses pembelajaran yang baik dan efektif sehingga sanggup menghasilkan penerima didik yang berilmu dan pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut mengakibatkan kualitas pembelajaran sebagai komponen yang menjadi fokus perhatian pemerintah sentra maupun pemerintah kawasan dalam meningkatkan mutu pendidikan terutama menyangkut kualitas lulusan penerima didik.

Pengembangan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS) merupakan jadwal yang dikembangkan sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan. Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS).

Peningkatan kualitas penerima didik salah satunya dilakukan melalui peningkatan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kualitas pembelajaran juga perlu diukur dengan penilaian yang berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thinking Skill (HOTS). Sejalan dengan hal tersebut, maka diharapkan sebuah buku pegangan guru yang memperlihatkan keterampilan penilaian pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas penilaian yang pada balasannya akan meningkatkan kualitas lulusan penerima didik.

Dengan adanya Buku Pegangan Penilaian Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ini diharapkan sanggup menjembatani pemahaman para guru dalam hal penilaian pembelajaran lebih baik lagi sehingga mereka sanggup meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAGIAN I. PENDAHULUAN
A. Rasional
B. Dasar Hukum
C. Tujuan
D. Sasaran Buku Pegangan

BAGIAN II. PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN SOAL HOTS
A. Deskripsi Singkat
B. Penilaian Sikap
C. Penilaian Pengetahuan
  1. Pengertian HOTS
  2. Karakteristik
  3. Menggunakan bentuk soal beragam
  4. Level Kognitif
  5. Langkah-langkah Penyusunan soal HOTS
D. Penilaian Keterampilan
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAGIAN I
PENDAHULUAN

A. Rasional
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional pasal 57 menyatakan bahwa penilaian dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak- pihak yang berkepentingan. Evaluasi dilakukan terhadap penerima didik, lembaga, dan jadwal pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) merupakan cuilan yang tidak sanggup dipisahkan dari sistem pendidikan nasional. UN ialah sistem penilaian standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar kawasan yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan. Sebagai cuilan dari evaluasi, Indonesia melaksanakan benchmark internasional dengan mengikuti Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assessment (PISA).

Hasil TIMMS tahun 2015 untuk kelas IV sekolah dasar, Indonesia mendapatkan rata-rata nilai 397 dan menempati peringkat 4 terbawah dari 43 negara yang mengikuti TIMMS (Sumber: TIMMS 2015 International Database). Sekitar 75% item yang diujikan dalam TIMSS telah diajarkan di kelas IV SD dan hal tersebut lebih tinggi dibanding Korea Selatan yang hanya 68%, namun kedalaman pemahamannya masih kurang. Dari sisi usang pembelajaran siswa SD dan jumlah jam pelajaran matematika, Indonesia termasuk paling usang di antara negara lainnya, tetapi kualitas pembelajarannya masih perlu ditingkatkan.

Sementara untuk PISA tahun 2015, Indonesia mendapatkan rata-rata nilai 403 untuk sains (peringkat ketiga dari bawah), 397 untuk membaca (peringkat terakhir), dan 386 untuk matematika (peringkat kedua dari bawah) dari 72 negara yang mengikuti (Sumber: OECD, PISA 2015 Database). Meskipun peningkatan capaian Indonesia cukup signifikan dibandingkan hasil tahun 2012, namun capaian secara umum masih di bawah rerata negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Bila peningkatan ini terus dipertahankan, maka pada tahun 2030 capaian Indonesia diprediksi sanggup menyamai OECD.

Hasil pengukuran capaian siswa berdasar UN ternyata selaras dengan capaian PISA maupun TIMSS. Hasil UN tahun 2018 memperlihatkan bahwa siswa-siswa masih lemah dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill) menyerupai menalar, menganalisa, dan mengevaluasi. Oleh alasannya itu salah satu upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang bermuara pada peningkatan kualitas siswa dengan menyelenggarakan Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP). Salah satu materi yang dikembangkan pada jadwal PKP ialah Penilaian Berbasis HOTS. Materi ini bertujuan untuk membekali guru semoga bisa melaksanakan penilaian berbasis HOTS sehingga siswa terbiasa dengan soal-soal dan pembelajaran yang berorientasi kepada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill) semoga terdorong kemampuan berpikir kritisnya.

B. Dasar HukumBuku yang menjadi pegangan dalam membuatkan penilaian berorientasi kepada keterampilan berpikir tingkat tinggi, dikembangkan dengan memperhatikan beberapa dasar kebijakan dan peraturan sebagai berikut.
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional.
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 wacana Guru dan Dosen.
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 wacana Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan.
  4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 wacana Guru sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 wacana Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 wacana Guru.
  5. Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 wacana Penguatan Pendidikan Karakter;
  6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2016 wacana Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.
  7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2016 wacana Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
  8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2016 wacana Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
  9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2016 wacana Standar Penilaian Pendidikan.
  10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 wacana Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah.
  11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 wacana Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan.

C. Tujuan
Buku pegangan ini dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:
  1. Memberikan pola kepada guru dalam membuatkan penilaian berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi;
  2. Memberikan pola kepada kepala sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik terhadap guru dalam melaksanakan penilaian berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi;
  3. Memberikan pola pada pengawas sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik dan manajerial terhadap pelaksanaan penilaian berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi di satuan pendidikan.

D. Sasaran Buku Pegangan
Sasaran penggunaan buku ini ialah sebagai berikut:
  1. Guru Jenjang SD (SD), SMP (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk mata pelajaran adaptif dan normatif.
  2. Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Produktif, Bimbingan Konseling (BK), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) serta Pendidikan Luar Biasa (PLB).
  3. Kepala Sekolah /Madrasah.
  4. Pengawas Sekolah /Madrasah. 

BAGIAN II
PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN SOAL HOTS

A. Deskripsi SingkatPenilaian ialah proses pengumpulan dan pengolahan isu untuk mengukur pencapaian hasil berguru penerima didik. Penilaian berguru penerima didik dilakukan oleh pendidik yang meliputi aspek: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian sikap dilakukan oleh pendidik untuk memperoleh isu deskriptif mengenai sikap penerima didik. Penilaian pengetahuan dilakukan untuk mengukur penguasaan pengetahuan penerima didik, sedangkan penilaian keterampilan dilakukan untuk mengukur kemampuan penerima didik menerapkan pengetahuan dalam melaksanakan kiprah tertentu. Penilaian hasil berguru oleh pendidik i ni bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil berguru penerima didik secara berkesinambungan.

Penyempurnaan kurikulum 2013 antara lain pada standar isi diperkaya dengan kebutuhan penerima didik untuk berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional, sedangkan pada standar penilaian memberi ruang pada pengembangan instrumen penilaian yang mengukur berpikir tingkat tinggi. Penilaian hasil berguru diharapkan sanggup membantu penerima didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills /HOTS), alasannya berpikir tingkat tinggi sanggup mendorong penerima didik untuk berpikir secara luas dan mendalam wacana materi pelajaran.

Penilaian berorientasi HOTS bukanlah sebuah bentuk penilaian yang gres bagi guru dalam melaksanakan penilaian. Tetapi penilaian berorientasi HOTS ini memaksimalkan keterampilan guru dalam melaksanakan penilaian. Guru dalam penilaian ini harus menekankan pada penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan yang bisa meningkatkan keterampilan penerima didik dalam proses pembelajaran berorientasi HOTS.

B. Penilaian Sikap
Menurut Marzano & Pickering, 1997 (dalam Afandi dan Sajidan, 2017:117-118) terdapat lima dimensi berguru sebagai berikut.

Dimensi Sikap dan Persepsi
Peran Guru dalam Dimensi Belajar:
  • Membantu siswa membuatkan sikap dan persepsi positif wacana iklim berguru di kelas
  • perasaan diterima baik oleh guru maupun sahabat sebaya
  • percaya diri dan sikap mendapatkan orang lain
  • Membantu siswa membuatkan sikap dan persepsi positif wacana tugas-tugas berguru di kelas
  • menerima kiprah sebagai suatu hal yang menarik dan bernilai mempercayai kemampuan untuk menuntaskan tugas memahami kiprah dengan jelas

Dimensi Memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan
Peran Guru dalam Dimensi Belajar:
  • Membantu sisiwa memperoleh pengetahuan deklaratif
  • mengkinstruk makna pengetahuan deklaratif
  • mengorganisasikan pengetahuan deklaratif
  • menyimpan pengetahuan deklaratif
  • membantu siswa memperoleh pengetahuan prosedural
  • mengkonstruk model pengetahuan prosedural
  • mempertajam pengetahuan prosedural
  • menginternalisasikan pengetahuan prosedural

Dimensi Memperluas dan menyaring pengetahuan
Peran Guru dalam Dimensi Belajar:
  • Membantu siswa membuatkan proses panalaran kompleks
  • membandingkan
  • mengklasifikasikan
  • mengabstraksikan
  • penalaran induktif
  • penalaran deduktif
  • mengkonstruksi
  • menganalisis kesalahan
  • menganalsisi perspektif

Dimensi Menggunakan pengetahuan secara bermakna
Peran Guru dalam Dimensi Belajar:
  • Membantu siswa membuatkan proses daypikir kompleks
  • membuat keputusan
  • memecahkan masalah
  • invention
  • penemuan eksperimental

Dimensi Habits of minds (perilaku berpikir)
Peran Guru dalam Dimensi Belajar:
  • Membantu siswa membuatkan sikap berpikir produktif.
  • Mendorong dimensi-dimensi sikap berpikir
  • berpikir kritis
  • melihat keakuratan
  • melihat kejelasan
  • berpikir terbuka
  • menekan sikap impulsive
  • menempatan diri dalam situasi
  • merespon secara tepat perasaan dan tingkat pengetahuan orang lain
  • berpikir kreatif
  • tekun
  • mendorong pengetahuan dan kemampuan hingga batas akhir
  • menghasilkan, percaya dan menata standar penilaian diri sendiri
  • keluar dari batasan standar yang ditetapkan
  • pengaturan diri dalam berpikir
  • memonitor pemikiran sendiri
  • merencanakan secara tepat kegiatan berpikir
  • mengidentifikasi dan memakai sumber daya yang dimiliki
  • merespon umpan balik secara tepat
  • mengevaluasi efektivitas tindakan

Ditinjau dari dimensi berguru maka berguru meliputi ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Oleh alasannya itu guru harus membuatkan pembelajaran yang meliputi semua ranah tersebut mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun penilaiannya.

Penilaian sikap pada pembelajaran yang berorientasi HOTS tidaklah merubah konsep penilaian sikap pada Kurikulum 2013 yang telah dipahami oleh guru selama ini. Pada penilaian sikap diasumsikan bahwa setiap penerima didik mempunyai sikap yang baik. Perilaku menonjol (sangat baik atau perlu bimbingan) yang dijumpai selama proses pembelajaran sanggup ditulis dalam bentuk jurnal atau catatan pendidik.

Penilaian sikap mengacu pada dua aspek kompetensi sikap yaitu:
  1. Sikap spiritual mengacu pada Kompetensi Inti-1: Menghargai dan menghayati pemikiran agama yang dianutnya
  2. Sikap sosial mengacu pada Kompetensi Inti-2: menghargai dan menghayati sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

Komponen sikap spiritual dan sikap sosial yang akan dikembangkan juga dikaitkan dengan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang meliputi: religiositas, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan gotong royong. Nilai spiritual dan sosial merupakan sub-sub nilai yang terkandung dalam PPK, menyerupai :
Religiositas
  • cinta damai
  • toleransi
  • menghargai perbedaan agama
  • teguh pendirian
  • percaya diri
  • kerja sama lintas agama
  • anti perundungan dan kekerasan
  • persahabatan
  • ketulusan
  • tidak memaksakan kehendak
  • melindungi yang kecil
  • tersisih
  • dll

Nasionalisme
  • apresiasi budaya bangsa sendiri
  • menjaga kekayaan budaya bangsa
  • rela berkorban
  • unggul dan berprestasi
  • cinta tanah air
  • menjaga lingkungan
  • taat hukum
  • disiplin
  • menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
  • dll

Kemandirian
  • etos kerja
  • (kerja keras)
  • tangguh tahan banting
  • daya juang
  • profesional
  • kreatif
  • keberanian
  • pembelajar sepanjang hayat
  • dll

Gotong Royong
  • menghargai
  • kerjasama
  • inklusif
  • komitmen atas keputusan bersama
  • musyawarah mufakat
  • tolong menolong
  • solidaritas
  • empati
  • anti diskriminasi
  • anti kekerasan
  • sikap kerelawanan
  • dll

Integritas
  • cinta pada kebenaran
  • setia
  • komitmen
  • moral
  • anti korupsi
  • keadilan
  • tanggungjawab
  • keteladanan
  • menghargai martabat
  • individu
  • (terutama penyandang disabilitas)
  • dll

Penilaian sikap dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran yang dirancang dari KD yang berasal dari KI-3 dan KI-4 yang berpasangan. Misalnya, penilaian kegiatan pembelajaran mengamati gambar. Pada kegiatan tersebut, guru sanggup melaksanakan penilaian sikap ketika siswa mengamati gambar. Sikap yang dinilai contohnya abjad sanggup berdiri diatas kaki sendiri yaitu sub abjad kerja keras, kreatif, disiplin, dan berani.

Teknik penilaian sikap pada Kurikulum 2013 meliputi: observasi, wawancara, catatan anekdot (anecdotal record), catatan kejadian tertentu (incidental record) sebagai unsur penilaian utama. Hasil observasi guru terhadap sikap siswa yang menonjol (positif maupun negatif) ketika pembelajaran dicatat dalam jurnal harian.

Pengamatan sikap dilakukan oleh guru pada ketika pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada berpikir tingkat tinggi.

Tindak lanjut berfungsi untuk mendeteksi siswa yang perlu pelatihan sikap menurut catatan sikap yang negatif. Pembinaan dilakukan untuk memperbaiki sikap yang tercatat kurang, hingga siswa mempunyai sikap yang baik.

Selain jurnal, dalam proses penilaian sikap, guru sanggup membuat format penilaian diri dan penilaian antar teman. Penilaian diri merupakan bentuk penilaian yang meminta penerima didik untuk mengemukakan sikap dan sikap yang positif dan negatif dari dirinya. Instrumen yang dipakai berupa lembar penilaian diri. Penilaian antarteman merupakan bentuk penilaian yang meminta penerima didik untuk saling menilai sikap dan sikap keseharian temannya. Penilaian diri dan antarteman berfungsi sebagai alat konfirmasi terhadap penilaian yang dilakukan oleh pendidik. Penilaian antarteman paling baik dilakukan pada ketika penerima didik melaksanakan kegiatan berkelompok. Instrumen penilaian antarteman sanggup berupa lembar penilaian antarteman yang berisi �butir-butir pernyataan sikap positif yang diharapkan� dengan kolom �YA� atau �TIDAK� atau dengan skala likert.

C. Penilaian Pengetahuan
Penilaian pengetahuan dan keterampilan sanggup dilakukan secara terpisah maupun terpadu. Pada dasarnya, pada ketika penilaian keterampilan dilakukan, secara pribadi penilaian pengetahuan pun sanggup dilakukan. Penilaian pengetahuan dan keterampilan harus mengacu kepada pemetaan kompetensi dasar yang berasal dari KI-3 dan KI-4 pada periode tertentu.

Penilaian pengetahuan (KD dari KI-3) dilakukan dengan cara mengukur penguasaan penerima didik yang meliputi dimensi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif dalam banyak sekali tingkatan proses berpikir. Prosedur penilaian pengetahuan dimulai dari penyusunan perencanaan, pengembangan instrumen penilaian, pelaksanaan penilaian, pengolahan, dan pelaporan, serta pemanfaatan hasil penilaian. Teknik penilaian pengetahuan memakai tes tertulis, lisan, dan penugasan. Penilaian hasil berguru diharapkan sanggup membantu penerima didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS), alasannya berpikir tingkat tinggi sanggup mendorong penerima didik untuk berpikir secara luas dan mendalam wacana materi pelajaran.

1. Pengertian HOTSSoal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang dipakai untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melaksanakan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1) transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2) memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari kaitan dari banyak sekali isu yang berbeda-beda, 4) memakai isu untuk menuntaskan masalah, dan 5) menelaah ide dan isu secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal recall.

Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan duduk masalah (problem solving), menentukan seni administrasi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001), terdiri atas kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2), menerapkan (aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja �menentukan? pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja �menentukan? bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis isu yang disajikan pada stimulus kemudian penerima didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja �menentukan? bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun seni administrasi pemecahan duduk masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diharapkan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

2. Karakteristik
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk dipakai pada banyak sekali bentuk penilaian kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS
a. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memperlihatkan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus. Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan duduk masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap penerima didik. Kreativitas menuntaskan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas:
  1. kemampuan menuntaskan permasalahan yang tidak familiar;
  2. kemampuan mengevaluasi seni administrasi yang dipakai untuk menuntaskan duduk masalah dari banyak sekali sudut pandang yang berbeda;
  3. menemukan model-model penyelesaian gres yang berbeda dengan cara- cara sebelumnya.
Difficulty� is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin mempunyai tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi sanggup dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh alasannya itu semoga penerima didik mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya juga memperlihatkan ruang kepada penerima didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran sanggup mendorong penerima didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.

b. Berbasis permasalahan kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, di mana penerima didik diharapkan sanggup menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menuntaskan masalah. Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia ketika ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam banyak sekali aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan penerima didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menuntaskan permasalahan dalam konteks nyata. Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.
a. Relating, asesmen terkait pribadi dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
b. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration), inovasi (discovery), dan penciptaan (creation).
c. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan penerima didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menuntaskan masalah-masalah nyata.
d. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan penerima didik untuk bisa mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.
e. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan penerima didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.

Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, ialah sebagai berikut.
a. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar menentukan jawaban yang tersedia;
b. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya mempunyai satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.

3. Menggunakan bentuk soal beragamBentuk-bentuk soal yang bermacam-macam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS) sebagaimana yang dipakai dalam PISA, bertujuan semoga sanggup memperlihatkan isu yang lebih rinci dan menyeluruh wacana kemampuan penerima tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru semoga penilaian yang dilakukan sanggup menjamin prinsip objektif. kemampuan penerima didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Penilaian yang dilakukan secara objektif, sanggup menjamin akuntabilitas penilaian.

Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang sanggup dipakai untuk menulis butir soal HOTS diantaranya pilihan ganda dan uraian

a. Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman penerima didik terhadap suatu duduk masalah secara komprehensif yang terkait antara pernyataan satu dengan yang lainnya. Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi kontekstual. Peserta didik diberikan beberapa pernyataan yang terkait dengan stilmulus/bacaan, kemudian penerima didik diminta menentukan benar/salah atau ya/tidak. Pernyataan-pernyataan yang diberikan tersebut terkait antara satu dengan yang lainnya. Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah semoga diacak secara random, tidak sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang terjadwal sistematis sanggup memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. Apabila penerima didik menjawab benar pada semua pernyataan yang diberikan diberikan skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada salah satu pernyataan maka diberi skor 0.

b. Uraian
Soal bentuk uraian ialah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut memakai kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis.

Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus mempunyai citra wacana ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh siswa. Dengan kata lain, ruang lingkup ini memperlihatkan kriteria luas atau sempitnya duduk masalah yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup tersebut harus tegas dan terang tergambar dalam rumusan soalnya.

4. Level Kognitif
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, terdapat beberapa kata kerja operasional (KKO) yang sama namun berada pada ranah yang berbeda. Perbedaan penafsiran ini sering muncul ketika guru menentukan ranah KKO yang akan dipakai dalam penulisan indikator soal. Untuk meminimalkan permasalahan tersebut, Puspendik (2015) mengklasifikasikannya menjadi 3 level kognitif sebagaimana dipakai dalam kisi-kisi UN semenjak tahun pelajaran 2015/2016. Pengelompokan level kognitif tersebut yaitu: pengetahuan dan pemahaman (level 1), aplikasi (level 2), dan daypikir (level 3). Berikut dipaparkan secara singkat klarifikasi untuk masing-masing level tersebut.
a. Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1)
Level kognitif pengetahuan dan pemahaman meliputi dimensi proses berpikir mengetahui (C1) dan memahami (C2). Ciri-ciri soal pada level 1 ialah mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural. Bisa jadi soal- soal pada level 1 merupakan soal kategori sukar, alasannya untuk menjawab soal tersebut penerima didik harus sanggup mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi, atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melaksanakan sesuatu. Namun soal-soal pada level 1 bukanlah merupakan soal-soal HOTS.

b. Aplikasi (Level 2)
Soal-soal pada level kognitif aplikasi membutuhkan kemampuan yang lebih tinggi daripada level pengetahuan dan pemahaman. Level kognitif aplikasi meliputi dimensi proses berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3). Ciri-ciri soal pada level 2 ialah mengukur kemampuan: a) memakai pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu pada konsep lain dalam mapel yang sama atau mapel lainnya; atau b) menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu untuk menuntaskan duduk masalah kontekstual (situasi lain). Bisa jadi soal-soal pada level 2 merupakan soal kategori sedang atau sukar, alasannya untuk menjawab soal tersebut penerima didik harus sanggup mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi/konsep, atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melaksanakan sesuatu. Selanjutnya pengetahuan tersebut dipakai pada konsep lain atau untuk menuntaskan permasalahan kontekstual. Namun soal-soal pada level 2 bukanlah merupakan soal-soal HOTS. Contoh KKO yang sering dipakai adalah: menerapkan, menggunakan, menentukan, menghitung, membuktikan, dan lain-lain.

c. Penalaran (Level 3)
Level daypikir merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), alasannya untuk menjawab soal-soal pada level 3 penerima didik harus bisa mengingat, memahami, dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural serta mempunyai logika dan daypikir yang tinggi untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual (situasi nyata yang tidak rutin). Level daypikir meliputi dimensi proses berpikir menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasi (C6). Pada dimensi proses berpikir menganalisis (C4) menuntut kemampuan penerima didik untuk menspesifikasi aspek-aspek/elemen, menguraikan, mengorganisir, membandingkan, dan menemukan makna tersirat. Pada dimensi proses berpikir mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan penerima didik untuk menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan atau menyalahkan. Sedangkan pada dimensi proses berpikir mengkreasi (C6) menuntut kemampuan penerima didik untuk merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah. Soal-soal pada level daypikir tidak selalu merupakan soal-soal sulit. Ciri-ciri soal pada level 3 ialah menuntut kemampuan memakai daypikir dan logika untuk mengambil keputusan (evaluasi), memprediksi & merefleksi, serta kemampuan menyusun seni administrasi gres untuk memecahkan duduk masalah kontesktual yang tidak rutin. Kemampuan menginterpretasi, mencari korelasi antar konsep, dan kemampuan mentransfer konsep satu ke konsep lain, merupakan kemampuan yang sangat penting untuk menyelesaiakan soal- soal level 3 (penalaran). Kata kerja operasional (KKO) yang sering dipakai antara lain: menguraikan, mengorganisir, membandingkan, menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, dan menggubah.

5. Langkah-langkah Penyusunan soal HOTS
Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk sanggup menentukan sikap yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan sikap yang diharapkan. Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut daypikir tinggi) tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh alasannya itu dalam penulisan soal HOTS, dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal), dan kreativitas guru dalam menentukan stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi kawasan di sekitar satuan pendidikan. Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS.
1. Menganalisis KD yang sanggup dibentuk soal-soal HOTS
Terlebih dahulu guru-guru menentukan KD yang sanggup dibuatkan soal-soal HOTS. Tidak semua KD sanggup dibuatkan model-model soal HOTS. Guru-guru secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri atau melalui lembaga KKG/MGMP sanggup melaksanakan analisis terhadap KD yang sanggup dibuatkan soal-soal HOTS.

2. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk para guru dalam menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut diharapkan untuk memandu guru dalam:
a. menentukan KD yang sanggup dibentuk soal-soal HOTS
b. merumuskan IPK
c. menentukan materi pokok yang terkait dengan KD yang akan diuji
d. merumuskan indikator soal
e. menentukan level kognitif
f. Menentukan bentuk soal dan nomor soal

3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang dipakai hendaknya menarik, artinya mendorong penerima didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya baru, belum pernah dibaca oleh penerima didik. Sedangkan stimulus kontekstual berarti stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong penerima didik untuk membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru sanggup menentukan stimulus dari lingkungan sekolah atau kawasan setempat.

4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir.

5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibentuk untuk bentuk soal uraian. Sedangkan kunci jawaban dibentuk untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat.

D. Penilaian Keterampilan
Pelaksanaan penilaian keterampilan dilakukan dengan teknik praktik, produk, dan proyek. Dalam proses penilaian keterampilan, sudah tentu ada aspek HOTS di dalamnya. Sebagai contoh, ketika kita meminta siswa untuk membuat suatu produk atau proyek, maka dalam proses tersebut ada kreativitas di dalamnya, ada proses transfer knowledge dan ada proses penyelesaian masalah. Makara proses penilaian keterampilan bisa meliputi aspek transfer knowledge, critical thinking dan creativity serta problem solving.

a. Praktik
Penilaian keterampilan memakai teknik praktik mengutamakan penilaian proses yang dilakukan dengan cara mengamati kegiatan penerima didik dalam melaksanakan sesuatu. Penilaian ini cocok dipakai untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut penerima didik melaksanakan kiprah tertentu, seperti: menyanyi, praktik ibadah, praktik olahraga, presentasi, bermain peran, memainkan alat musik, dan membaca. Hasil penilaian praktik memakai rerata dan/atau nilai optimum.

b. Produk
Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan penerima didik dalam menghasilkan produk-produk, teknologi, dan seni.

    Download Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills)

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills)



    Download File:

    Buku Pegangan Penilaian HOTS.pdf


    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Penilaian Berorientasi HOTS (Higher Order Thinking Skills). Semoga bisa bermanfaat.

    Belum ada Komentar untuk "Buku Evaluasi Berorientasi Hots (Higher Order Thinking Skills)"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel