Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)

Berikut ini ialah berkas Buku Literasi Numerasi yang merupakan salah satu Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional. Buku ini diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017. Download file buku format PDF.

 Berikut ini ialah berkas Buku Literasi Numerasi yang merupakan salah satu Materi Penduku Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)
Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)

Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional):

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Sejarah peradaban umat insan memperlihatkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang mempunyai peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya duduk kasus bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa mempunyai kecakapan hidup supaya bisa bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk membuat kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi memperlihatkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga sanggup memenangi persaingan global.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus bisa mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup periode ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, hingga dengan masyarakat. Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya bagi penerima didik, tetapi juga bagi orang bau tanah dan seluruh warga masyarakat. Enam literasi dasar tersebut meliputi literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

Pintu masuk untuk mengembangkan budaya literasi bangsa ialah melalui penyediaan materi bacaan dan peningkatan minat baca anak. Sebagai penggalan penting dari penumbuhan budi pekerti, minat baca anak perlu dipupuk semenjak usia dini mulai dari lingkungan keluarga. Minat baca yang tinggi, didukung dengan ketersediaan materi bacaan yang bermutu dan terjangkau, akan mendorong adaptasi membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan kemampuan membaca ini pula literasi dasar berikutnya (numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan) sanggup ditumbuhkembangkan.

Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), semenjak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai penggalan dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 wacana Penumbuhan Budi Pekerti. Layaknya suatu gerakan, pelaku GLN tidak didominasi oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi digiatkan pula oleh para pemangku kepentingan, ibarat pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, dan kementerian/ forum lain. Pelibatan ekosistem pendidikan semenjak penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan materi pendukung, hingga pada kampanye literasi sangat penting supaya kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan impian dan kebutuhan masyarakat. GLN diharapkan menjadi pendukung keluarga, sekolah, dan masyarakat mulai dari perkotaan hingga ke wilayah terjauh untuk berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi.

Buku Peta Jalan, Panduan, Modul dan Pedoman Pelatihan Fasilitator, Pedoman Penilaian dan Evaluasi, dan Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional ini diterbitkan sebagai rujukan untuk mewujudkan ekosistem yang kaya literasi di seluruh wilayah Indonesia. Penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada tim GLN dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini tidak hanya bermanfaat bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pencetus dan pelakunya, tetapi juga bagi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan dalam upaya membangun budaya literasi.

Jakarta, September 2017
Muhadjir Effendy

DAFTAR ISI
SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
1.2 Pentingnya Literasi Numerasi

BAB 2 LITERASI NUMERASI SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Numerasi
2.2 Prinsip Dasar Literasi Numerasi
2.3 Ruang Lingkup Literasi Numerasi
2.4 Indikator Literasi Numerasi
2.4.1 Indikator Literasi Numerasi di Sekolah
2.4.2 Indikator Literasi Numerasi di Keluarga
2.4.3 Indikator Literasi Numerasi di Masyarakat

BAB 3 GERAKAN LITERASI NUMERASI DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Numerasi di Sekolah
3.2 Strategi Gerakan Literasi Numerasi di Sekolah
3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
3.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
3.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 4 GERAKAN LITERASI NUMERASI DI KELUARGA
4.1 Sasaran Gerakan Literasi Numerasi di Keluarga
4.2 Strategi Gerakan Literasi Numerasi di Keluarga
4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
4.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
4.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 5 GERAKAN LITERASI NUMERASI DI MASYARAKAT
5.1 Sasaran Gerakan Literasi Numerasi di Masyarakat
5.2 Strategi Gerakan Literasi Numerasi di Masyarakat
5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
5.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
5.2.5 Penguatan Tata Kelola

BAB 6 PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA 

BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI

1.1 Tantangan dan Peluang
Bayangkan bila kita pergi ke pasar, membawa cukup uang, tetapi tidak tahu cara berhitung atau kita mempunyai sebidang lahan tanah yang subur, tetapi kita tidak tahu nilai tanahnya dan melepasnya begitu saja ketika ada yang menawarnya. Di lain waktu, seorang kepala desa berpidato dan menyebutkan angka-angka yang bermacam-macam, mulai dari jumlah anak, jumlah lulusan, hingga dengan anggaran desa, tetapi kita tidak tahu dan tidak mengerti apa korelasi semua angka-angka itu dengan hidup kita dan pajak yang kita sudah bayar.

Semua contoh di atas hanya memperlihatkan sebagian kecil kiprah literasi numerasi yang sangat terkait dengan pengambilan keputusan yang bijak dalam kehidupan kita. Namun, kita sering mengabaikannya. Tidak mengherankan bila kemudian kemampuan literasi numerasi Indonesia masih belum berkembang.

Hasil tes PISA (2015) dan TIMSS (2016), dua organisasi di bawah OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) memperlihatkan bahwa Indonesia menduduki peringkat bawah, bahkan di bawah Vietnam, sebuah negara kecil di Asia Tenggara yang gres saja merdeka. Hasil tes matematika yang diselenggarakan PISA antara Vietnam dan Indonesia terpaut sangat jauh. Vietnam mendapat nilai 495 (dengan nilai rata-rata 490), sedangkan Indonesia mendapat nilai 387. Sementara itu, dari hasil TIMMS, Indonesia mendapat nilai 395 dari nilai rata-rata 500. Nilai tertinggi didapatkan Singapura dengan nilai 618 (50% lebih tinggi daripada Indonesia).

Numerasi bukanlah sesuatu yang baru, yang digagas oleh World Economic Forum atau OECD. Numerasi sudah muncul pada 1959 dalam laporan yang dibentuk untuk Pemerintah Inggris (http://www.educationengland.org.uk/documents/crowther/crowther1959-1.html, diakses 20 Juni 2017, pukul 10.55). Pada 2006 UNESCO sudah mencantumkan keterampilan numerasi sebagai salah satu penentu kemajuan sebuah bangsa.

Ketika kita menguasai numerasi, kita akan mempunyai kepekaan terhadap numerasi itu sendiri (sense of numbers) dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Ketika kita bisa menerapkan kepekaan tersebut, kita akan menjadi bangsa yang berpengaruh alasannya ialah bisa memelihara dan mengelola sumber daya alam dan bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain dari segi sumber daya manusia.

1.2 Pentingnya Literasi Numerasi
Menurut Andreas Schleicher dari OECD, kemampuan numerasi yang baik merupakan perlindungan terbaik terhadap angka pengangguran, penghasilan yang rendah, dan kesehatan yang buruk. Keterampilan numerasi dibutuhkan dalam semua aspek kehidupan, baik di rumah, di pekerjaan, maupun di masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, ketika berbelanja atau merencanakan liburan, meminjam uang dari bank untuk memulai perjuangan atau membangun rumah, semuanya membutuhkan numerasi. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita perlu memahami informasi-informasi, misalnya, mengenai kesehatan dan kebersihan. Dalam kehidupan bernegara, informasi mengenai ekonomi dan politik tidak sanggup dihindari. Semua informasi tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk numerik atau grafik. Untuk membuat keputusan yang tepat, mau tidak mau kita harus bisa memahami numerasi.

Kemampuan literasi secara umum dan literasi numerasi secara khusus tidak saja berdampak bagi individu, tetapi juga terhadap masyarakat serta bangsa dan negara. Kemampuan literasi memperlihatkan donasi yang aktual terhadap pertumbuhan sosial, ekonomi, dan kesejahteraan bagi individu atau masyarakat. Dengan mempunyai populasi yang sanggup mengaplikasikan pemahaman matematika di dalam konteks ekonomi, teknik, sains, sosial, dan bidang lainnya, daya saing ketenagakerjaan dan kesejahteraan ekonomi akan meningkat. 

BAB 2 LITERASI NUMERASI SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP

2.1 Pengertian Literasi Numerasi
Literasi numerasi ialah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) memakai aneka macam macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan duduk kasus simpel dalam aneka macam macam konteks kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisis informasi yang ditampilkan dalam aneka macam bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) kemudian memakai interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.

Secara sederhana, numerasi sanggup diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap memakai keterampilan matematika secara simpel untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis, contohnya grafik, bagan, dan tabel.

Perbedaan Numerasi dengan Matematika
Numerasi tidaklah sama dengan kompetensi matematika. Keduanya berlandaskan pada pengetahuan dan keterampilan yang sama, tetapi perbedaannya terletak pada pemberdayaan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Pengetahuan matematika saja tidak membuat seseorang mempunyai kemampuan numerasi. Numerasi meliputi keterampilan mengaplikasikan konsep dan kaidah matematika dalam situasi real sehari-hari, dikala permasalahannya sering kali tidak terstruktur (unstructured), mempunyai banyak cara penyelesaian, atau bahkan tidak ada penyelesaian yang tuntas, serta berafiliasi dengan faktor nonmatematis.

Sebagai contoh, seorang siswa mencar ilmu bagaimana membagi bilangan bundar dengan bilangan bundar lainnya. Ketika bilangan yang pertama tidak habis dibagi, maka akan ada sisa. Biasanya siswa diajarkan untuk menuliskan hasil bagi dengan sisa, kemudian mereka juga mencar ilmu menyatakan hasil bagi dalam bentuk desimal. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, hasil bagi yang presisi (dengan desimal) sering kali tidak dibutuhkan sehingga sering kali dilakukan pembulatan. Secara matematis, kaidah pembulatan ke bawah dilakukan jikalau nilai desimalnya lebih kecil daripada 5, pembulatan ke atas jikalau nilai desimalnya lebih besar daripada 5, dan pembulatan ke atas atau ke bawah bisa dilakukan jikalau nilai desimalnya 5. Namun, dalam konteks real, kaidah itu tidaklah selalu sanggup diterapkan. Contohnya, jikalau 40 orang yang akan bertamasya diangkut dengan minibus yang memuat 12 orang, secara matematis minibus yang dibutuhkan untuk memuat semua orang itu ialah 3,333333. Jumlah itu tentu tidak masuk budi sehingga dibulatkan ke bawah menjadi 3 minibus. Akan tetapi, jikalau sebuah tempat duduk hanya boleh diduduki oleh satu orang saja, artinya ada 4 orang tidak mendapat tempat duduk. Oleh alasannya ialah itu, jumlah minibus yang seharusnya dipesan ialah 4 buah.

Perlu dicermati bahwa numerasi membutuhkan pengetahuan matematika yang dipelajari dalam kurikulum. Akan tetapi, pembelajaran matematika itu sendiri belum tentu menumbuhkan kemampuan numerasi.

2.2 Prinsip Dasar Literasi Numerasi
  1. Bersifat kontekstual, sesuai dengan kondisi geografis, sosial budaya, dan sebagainya;
  2. Selaras dengan cakupan matematika dalam Kurikulum 2013; dan
  3. Saling bergantung dan memperkaya unsur literasi lainnya.

2.3 Ruang Lingkup Literasi Numerasi
Literasi Numerasi merupakan penggalan dari matematika. Literasi numerasi bersifat simpel (digunakan dalam kehidupan sehari-hari), berkaitan dengan kewarganegaraan (memahami isu-isu dalam komunitas), profesional (dalam pekerjaan), bersifat rekreasi (misalnya, memahami skor dalam olahraga dan permainan), dan kultural (sebagai penggalan dari pengetahuan mendalam dan kebudayaan insan madani). Dari sini kita bisa melihat bahwa cakupan literasi numerasi sangat luas, tidak hanya di dalam mata pelajaran matematika, tetapi juga beririsan dengan literasi lainnya, misalnya, literasi kebudayaan dan kewarganegaraan.

Literasi numerasi merupakan penggalan dari matematika, dalam hal komponen literasi numerasi diambil dari cakupan matematika di dalam Kurikulum 2013.

Komponen Literasi Numerasi:
Mengestimasi dan menghitung dengan bilangan bulat
Menggunakan pecahan, desimal, persen, dan perbandingan
Mengenali dan memakai pola dan relasi
Menggunakan daypikir spasial
Menggunakan pengukuran
Menginterpretasi informasi statistik

Cakupan Matematika Kurikulum 2013:
Bilangan
Bilangan
Bilangan dan Aljabar
Geometri dan Pengukuran
Geometri dan Pengukuran
Pengolahan Data

2.4 Indikator Literasi Numerasi

2.4.1 Indikator Literasi Numerasi di Sekolah

1. Basis Kelas
a. Jumlah training guru matematika dan nonmatematika;
b. Jumlah pembelajaran matematika berbasis permasalahan dan pembelajaran matematika berbasis proyek;
c. Jumlah pembelajaran nonmatematika yang melibatkan unsur literasi numerasi;
d. Nilai matematika penerima didik; dan
e. Nilai matematika dalam PISA/TIMSS/INAP.

2. Basis Budaya Sekolah
a. Jumlah dan variasi buku literasi numerasi;
b. Frekuensi peminjaman buku literasi numerasi;
c. Jumlah penyajian informasi dalam bentuk presentasi numerasi;
d. Akses situs daring yang berafiliasi dengan literasi numerasi;
e. Jumlah kegiatan bulan literasi numerasi;
f. Alokasi dana untuk literasi numerasi;
g. Adanya tim literasi sekolah; dan
h. Adanya kebijakan sekolah mengenai literasi numerasi.

3. Basis Masyarakat
a. Jumlah ruang publik di lingkungan sekolah untuk literasi numerasi;
b. Jumlah keterlibatan orang bau tanah di dalam tim literasi sekolah; dan
c. Jumlah sharing session oleh publik mengenai literasi numerasi.

2.4.2 Indikator Literasi Numerasi di Keluarga
  1. Jumlah dan variasi materi bacaan literasi numerasi yang dimiliki setiap keluarga;
  2. Peningkatan frekuensi pemanfaatan materi bacaan literasi numerasi; dan
  3. Peningkatan frekuensi kesempatan (opportunity, bukan chance) anak mengaplikasikan numerasi dalam kehidupan sehari-hari.

2.4.3 Indikator Literasi Numerasi di Masyarakat
  1. Jumlah dan variasi materi bacaan literasi numerasi yang dimiliki kemudahan publik;
  2. Peningkatan frekuensi pemanfaatan materi bacaan literasi numerasi;
  3. Peningkatan kecakapan penggunaan data numerasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada masyarakat (contoh: dalam pemanfaatan anggaran desa); dan
  4. Jumlah penyajian informasi dalam bentuk presentasi numerasi (contoh: grafik frekuensi peminjaman buku di perpustakaan). 

BAB 3 GERAKAN LITERASI NUMERASI DI SEKOLAH 

3.1 Sasaran Gerakan Literasi Numerasi di Sekolah

1. Basis Kelas
a. Meningkatnya jumlah training guru matematika dan nonmatematika;
b. Meningkatnya intensitas pemanfaatan dan penerapan numerasi dalam pembelajaran;
c. Meningkatnya jumlah pembelajaran matematika berbasis permasalahan dan pembelajaran matematika berbasis proyek;
d. Meningkatnya jumlah pembelajaran nonmatematika yang melibatkan unsur literasi numerasi; dan
e. Meningkatnya nilai matematika dalam Pisa/TIMSS/INAP.

2. Basis Budaya Sekolah
a. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi numerasi;
b. Meningkatnya frekuensi peminjaman materi bacaan literasi numerasi;
c. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi numerasi di sekolah;
d. Meningkatnya jumlah penyajian informasi dalam bentuk presentasi numerasi (contoh: grafik frekuensi peminjaman buku di perpustakaan);
e. Adanya kebijakan sekolah mengenai literasi numerasi;
f. Meningkatnya jalan masuk situs daring yang berafiliasi dengan literasi numerasi;
g. Tersedianya alokasi dana untuk literasi numerasi; dan 
h. Tersedianya tim literasi sekolah.

3. Basis Masyarakat
a. Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi numerasi di sekolah; dan
b. Meningkatnya keterlibatan orang bau tanah dan masyarakat dalam mengembangkan literasi numerasi di sekolah.

3.2 Strategi Gerakan Literasi Numerasi di Sekolah
Strategi utama Gerakan Literasi Numerasi Sekolah berupa Literasi Numerasi Lintas Kurikulum (Numeracy Across Curriculum), yaitu sebuah pendekatan penerapan numerasi secara konsisten dan menyeluruh di sekolah untuk mendukung pengembangan literasi numerasi bagi setiap penerima didik. Kenyataan bahwa penerima didik sering kali tidak sanggup menerapkan pengetahuan matematika mereka di bidang lain secara pribadi memperlihatkan adanya suatu kebutuhan bahwa semua pendidik perlu memfasilitasi proses tersebut.

Keterampilan literasi numerasi secara eksplisit diajarkan di dalam mata pelajaran matematika, tetapi penerima didik diberikan aneka macam kesempatan untuk memakai matematika di luar mata pelajaran matematika, di aneka macam situasi. Menggunakan keterampilan matematika lintas kurikulum memperkaya pembelajaran bidang studi lain dan memperlihatkan donasi dalam memperluas dan memperdalam pemahaman numerasi. Selain melalui kurikulum, literasi numerasi juga dimunculkan di dalam lingkungan sekolah oleh staf nonguru atau melalui kegiatan-kegiatan rutin yang terjadi di sekolah, yang memperlihatkan kesempatan aktual bagi penerima didik untuk mempraktikkan keterampilan literasi numerasi mereka, misalnya, membuat anggaran untuk aneka macam kegiatan sekolah yang sudah dilaksanakan secara rutin.

3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
  1. Pelatihan guru matematika dalam menerapkan metode pembelajaran berbasis duduk kasus dan pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Guru matematika juga dilatih bagaimana memilih, membuat, dan memodifikasi permasalahan sehari-hari yang sanggup dipakai di dalam pembelajaran di kelas dan untuk evaluasi (assessment of learning). Selain itu, guru juga diperlengkapi dalam santunan kiprah atau pekerjaan rumah yang sanggup melibatkan anggota keluarga dalam literasi numerasi.
  2. Pelatihan guru nonmatematika dalam memakai matematika untuk memperkaya penyajian informasi di dalam mata pelajaran yang diampu, misalnya, dengan memakai data-data yang ditampilkan dalam tabel, bagan, atau grafik. Dengan cara ini, penerima didik sanggup melihat bagaimana penggunaan konsep dan keterampilan matematika di dalam bidang studi lain yang sanggup membantu mereka memahami konsep di dalam bidang studi itu. Pada dikala yang sama, penerima didik mempunyai kesempatan mengaplikasikan konsep dan keterampilan matematika di luar jam pembelajaran matematika. Berikut ini contoh numerasi lintas kurikulum untuk beberapa mata pelajaran nonmatematika. IPA Mengestimasi pertumbuhan makhluk hidup dan menyatakan prediksi dengan membuat bagan. IPS Membuat grafik penggunaan air pribadi dan membandingkannya dengan ketersediaan air di aneka macam tempat di Indonesia. Bahasa Membandingkan istilah-istilah matematika yang mempunyai pengertian yang berbeda dari penggunaan sehari-hari. Sejarah Menggunakan diagram batang untuk membandingkan persediaan makan pada Perang Dunia II dengan konsumsi kuliner penerima didik. Seni Memperkirakan ruangan yang dibutuhkan untuk menggambar dengan proporsi yang tepat. PJOK Memperkirakan berapa kalori yang dibakar untuk kegiatan fisik tertentu PKn Membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi di aneka macam era Presiden Indonesia.
  3. Pelatihan staf dalam keterampilan menampilkan informasi- informasi, yang biasanya hanya dalam bentuk teks, tetapi kini sanggup diperkaya dengan unsur numerasi. Misalnya, staf perpustakaan sanggup menampilkan informasi mengenai jumlah peminjam buku (contoh: menurut genre, gender, dan sebagainya) setiap bulannya dengan memakai diagram lingkaran, tabel, dan grafik.
  4. Pendidikan guru dalam mempersiapkan calon-calon guru supaya mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengaplikasikan literasi numerasi.

3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
  1. Penyediaan buku-buku berkaitan dengan numerasi, baik fiksi, nonfiksi, maupun referensi.
  2. Program Satu Guru Satu Buku, khususnya bagi guru matematika untuk menulis buku-buku yang berafiliasi dengan numerasi.

3.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar
  1. Pengembangan sarana penunjang dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai media pembelajaran numerasi sehingga tercipta ekosistem yang kaya numerasi.
  2. Penyediaan informasi dan sumber mencar ilmu daring mengenai literasi numerasi oleh PUSTEKKOM (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi).

3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
  1. Sharing Session dengan mengundang pihak publik untuk mengembangkan wacana cara-cara mereka mengaplikasikan matematika di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.
  2. Mengadakan kegiatan Bulan Literasi Numerasi dengan cara sebagai berikut. a. Mengundang dan melibatkan orang bau tanah serta publik untuk melaksanakan kegiatan literasi numerasi bersama dengan penerima didik dan membuat alat peraga atau permainan numerasi yang sanggup dipakai di rumah; b. Memamerkan hasil karya proyek penerima didik (hasil dari Project-Based Learning) interdisipliner yang menimbulkan numerasi sebagai salah satu unsurnya; dan c. Menampilkan buku-buku yang berafiliasi dengan literasi numerasi.

3.2.5 Penguatan Tata Kelola
  1. Alokasi dana untuk kegiatan penguatan pelaku, peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar, penyediaan sarana penunjang, dan kegiatan-kegiatan literasi numerasi terkait.
  2. Pembentukan Tim Literasi Sekolah yang sanggup terdiri atas kepala sekolah, pengawas, guru, dan wakil orang bau tanah penerima didik dengan kiprah memantau berjalannya kegiatan-kegiatan literasi di sekolah.
  3. Pembuatan kebijakan sekolah yang menyatakan pentingnya literasi numerasi, pengertian literasi numerasi, dan keterlibatan semua guru dan staf dalam menjalankan literasi numerasi.
  4. Memperkuat persatuan orang bau tanah murid dan guru untuk membangun korelasi kerja sama yang berpengaruh untuk terlibat di dalam literasi numerasi.
  5. Menyediakan ruang di lingkungan sekolah untuk tampilan- tampilan berkaitan dengan literasi numerasi, misalnya, mading.

BAB 4 GERAKAN LITERASI NUMERASI DI KELUARGA 

4.1 Sasaran Gerakan Literasi Numerasi di Keluarga
  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi numerasi yang dimiliki setiap keluarga;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi numerasi dalam keluarga setiap harinya;
  3. Meningkatnya jumlah materi bacaan literasi numerasi yang dibaca oleh anggota keluarga;
  4. Meningkatnya jumlah frekuensi kesempatan anak mengaplikasikan numerasi dalam kehidupan sehari-hari; dan
  5. Meningkatnya jumlah training literasi numerasi yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.

4.2 Strategi Gerakan Literasi Numerasi di Keluarga
Literasi numerasi di keluarga bertujuan untuk melengkapi setiap anggota keluarga sehingga berangasan menerapkan kecakapan numerasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu taktik utama dalam Gerakan Literasi Numerasi di Keluarga sanggup dikembangkan melalui tiga hal sebagai berikut.
a. Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan secara konsisten dalam keluarga;
b. Penguatan keterampilan para orang cukup umur (orang tua, ajudan rumah tangga, dan lain-lain) dalam penerapan kecakapan numerasi; dan
c. Tersedianya sumber-sumber pendukung yang menunjang, baik adaptasi maupun keterampilan numerasi. 

4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
  1. Pelatihan orang dewasa, misalnya, orang tua, ajudan rumah tangga, atau orang cukup umur lainnya yang mengasuh anak mengenai kompetensi numerasi dan cara-cara memasukkan unsur numerasi dalam kegiatan mereka sehari-hari bersama anggota keluarga di rumah.
  2. Pelatihan orang dewasa, contohnya orang tua, ajudan rumah tangga, atau orang cukup umur lainnya yang mengasuh anak untuk membuat alat peraga matematika dan permainan numerasi yang sanggup dimainkan di rumah.
  3. Pengalokasian waktu tertentu dalam keluarga untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas bersama yang berkaitan dengan numerasi, misalnya, sebagai berikut. a. Mengaplikasikan numerasi dalam kegiatan sehari-hari di rumah; b. Membaca resep kuliner dan pengukuran tiap-tiap bahan; c. Memperhatikan jarak dan waktu tempuh dikala bepergian; d. Membaca materi bacaan yang berkaitan dengan numerasi; e. Memperhatikan pola-pola numerasi pada benda-benda di sekitar; f. Melibatkan anak dalam melaksanakan transaksi jual beli; g. Bermain kiprah yang berkaitan dengan numerasi; h. Memperhatikan dan menganalisis skor pertandingan olahraga; i. Membuat alat-alat peraga numerasi dengan memanfaatkan alat dan materi yang tersedia, misalnya, tutup galon, tutup botol, botol bekas, dan lain-lain; j. Melakukan permainan (baik daring maupun luring) terkait numerasi; dan k. Menggunakan ragam nominal uang dan mengkonversinya. Misalnya, 1 lembar uang kertas dengan nominal Rp2.000,00 sama dengan - 2 koin dengan nominal Rp1.000,00 atau - 2 koin dengan nominal Rp500,00 dan 5 koin dengan nominal Rp200,00.

4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
  1. Tersedianya buku bacaan yang berkaitan dengan literasi numerasi (fiksi, nonfiksi, dan referensi);
  2. Tersedianya materi dan arahan untuk membuat alat peraga matematika yang gampang dikerjakan; dan
  3. Pemanfaatan kemudahan di rumah untuk tampilan-tampilan literasi, misalnya, alat pengukuran tinggi badan, termometer suhu ruangan, dan nomor rumah yang menarik.

4.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
  1. Penerjemahan bahan-bahan penunjang numerasi yang bermutu, misalnya, . http://letsplaymath.wordpress.com/;
  2. Tersedianya kemudahan atau tampilan-tampilan numerasi di ruang publik yang mendorong keluarga untuk bermain numerasi.

4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
  1. Kegiatan masyarakat memasukkan unsur numerasi (misalnya, pada lomba 17 Agustus); dan
  2. Menyelenggarakan kegiatan keluarga yang berafiliasi dengan numerasi (berkolaborasi dengan keluarga dan masyarakat).

4.2.5 Penguatan Tata Kelola
  1. Pengalokasian anggaran keluarga dalam pembelian materi bacaan keluarga berbasis dan bermuatan numerasi; dan
  2. Memanfaatkan unsur numerasi dalam hukum atau kesepakatan keluarga, misalnya, tabel/jadwal kegiatan atau kiprah harian anggota keluarga di rumah dan pembuatan daftar pengeluaran anak dalam satu bulan. 

BAB 5 GERAKAN LITERASI NUMERASI DI MASYARAKAT 

5.1 Sasaran Gerakan Literasi Numerasi di Masyarakat
  1. Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi numerasi yang dimiliki kemudahan publik;
  2. Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi numerasi setiap hari;
  3. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga, atau instansi dalam penyediaan materi bacaan literasi numerasi;
  4. Meningkatnya jumlah kemudahan publik yang mendukung literasi numerasi;
  5. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi numerasi yang ada di masyarakat;
  6. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi numerasi;
  7. Meningkatnya kecakapan penggunaan data numerasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada masyarakat (misalnya, dalam pemanfaatan anggaran desa);
  8. Meningkatnya jumlah penyajian informasi dalam bentuk presentasi numerasi (misalnya, informasi harga kebutuhan pokok di ruang publik); dan
  9. Meningkatnya jumlah training literasi numerasi yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat. 

5.2 Strategi Gerakan Literasi Numerasi di Masyarakat

5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
  1. Penyebaran materi kampanye numerasi dalam bentuk infografis, videografis, leaflet, dan tayangan iklan masyarakat pada media massa. Materi kampanye ini sanggup meliputi manfaat penting numerasi pada kehidupan sehari-hari, alternatif kegiatan numerasi yang relevan dengan kegiatan masyarakat dengan profesi/dari kalangan tertentu, dan lain-lain. Kampanye numerasi sanggup dilakukan oleh forum pemerintah, perguruan tinggi, LSM, atau pelaku dunia perjuangan dan industri (DUDI).
  2. Tersedianya modul-modul training dan penyuluhan berbasis numerasi untuk aneka macam kalangan profesi dan elemen masyarakat, misalnya, training pemantauan dan pencatatan pengukuran tumbuh kembang anak untuk pegiat posyandu, penyuluhan pengukuran lahan untuk warga desa, dan lain-lain. Modul-modul training sanggup dibentuk oleh forum pemerintahan, komunitas profesi yang relevan, perguruan tinggi, atau pelaku DUDI dengan kiprah dan fungsi yang relevan.
  3. Terselenggaranya training penulis, kelompok kerja guru, dan pegiat literasi untuk membuat materi bacaan berbasis numerasi. Pelatihan ini sanggup diselenggarakan oleh komunitas penulis, perguruan tinggi, atau penerbit buku.
  4. Terselenggaranya training oleh komunitas penulis, penerbit, atau perguruan tinggi untuk pegiat literasi yang bergiat dalam PKBM dan TBM dalam membuat materi bacaan bermuatan numerasi dan membuat kegiatan-kegiatan berbasis numerasi untuk anggota masyarakat yang didampingi.
  5. Pelatihan staf perpustakaan desa oleh forum pemerintah, pelaku bisnis, dan perguruan tinggi untuk membuat kegiatan-kegiatan berbasis numerasi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat desa.
  6. Pelatihan staf kantor pemerintahan, ibarat kantor kelurahan dan kecamatan, kantor pelayanan kesehatan, ibarat puskesmas dan lain-lain oleh forum pemerintah, pelaku bisnis, dan perguruan tinggi untuk sanggup menyajikan informasi publik memakai data numerik secara menarik dan efektif.
  7. Pelatihan anggota masyarakat yang bergiat dan berhimpun dalam perkumpulan, ibarat kelompok arisan, posyandu, kelompok pengusaha kecil dan menengah, kelompok buruh, dan lain-lain oleh forum pemerintah, pelaku bisnis, dan perguruan tinggi dengan materi kegiatan berbasis numerasi yang relevan dengan kegiatan dan kebutuhan mereka.

5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
  1. Pembuatan desain ruang publik/fasilitas umum bertema unsur numerasi (contoh: penggunaan angka-angka secara menarik di RPTRA Baung, Pasar Minggu, Jakarta, dan zebra cross bertema numerik di Jalan Merdeka, Bandung).
  2. Peningkatan penggunaan data-data numerik dalam iklan komersial untuk memperkuat informasi wacana fakta tertentu, misalnya, data statistik wacana perkembangan penderita penyakit tertentu.
  3. Peningkatan pemaparan informasi publik dalam data numerik, misalnya, pemanfaatan papan statistik informasi di kantor kelurahan, kecamatan, perpustakaan desa, instansi pemerintahan lainnya, pasar, jalan, serta kemudahan umum dan sosial lain untuk meningkatkan pemahaman numerasi masyarakat. Data statistik juga disajikan secara komunikatif dan disosialisasikan pada musrenbangdes, dan sebagainya.

5.2.3 Perluasan Akses terhadap Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Didik
  1. Peningkatan jumlah wahana bertemakan matematika dan sains (contoh: Taman Pintar di Yogyakarta, Puspa Iptek di Bandung, dan Yayasan Simetri di Serpong).
  2. Adanya muatan numerasi dalam kegiatan-kegiatan rutin di masyarakat, misalnya, lomba untuk memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
  3. Peningkatan jalan masuk masyarakat terhadap sentra sumber belajar, ibarat PKBM, TBM, perpustakaan desa, dan lain-lain. Pusat sumber mencar ilmu ini terus didorong untuk bersikap proaktif mendekatkan materi bacaan, terutama yang bermuatan numerasi kepada masyarakat. Misalnya, menggelar materi bacaan pada kegiatan car free day, musyawarah desa, dan kegiatan-kegiatan lain.
  4. Tersedianya materi bacaan numerasi dan permainan (board games) di ruang pelayanan publik, ibarat puskesmas, klinik, kantor kelurahan, kecamatan, kantor dinas kependudukan, dan lain-lain.
  5. Tersosialisasikannya sumber-sumber mencar ilmu daring wacana numerasi sebagai ide kegiatan berbasis numerasi. Beberapa di antaranya sebagai berikut. - www.nala.ie (Numeracy for Adult Learners), - Referensi yang memuat kegiatan numerasi fungsional yang simpel dan aplikatif untuk kehidupan sehari-hari, - www.skillsforlifenetwork.com, - Kumpulan leaflet bagi guru, tutor, dan fasilitator masyarakat untuk mengajarkan numerasi kepada orang dewasa.

5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
  1. Pelibatan pelaku dunia perjuangan dan industri (DUDI) untuk meningkatkan jumlah sumber mencar ilmu bermuatan numerasi. Misalnya, memperlihatkan ide kepada penerbit buku untuk memproduksi buku-buku dongeng menarik bertema numerasi; meminta CSR perusahaan untuk mendukung pembuatan kemudahan umum dan kemudahan sosial bertema numerasi, serta sarana informasi untuk memberikan data numerik untuk pelayanan publik.
  2. Peningkatan partisipasi pelaku DUDI untuk mendukung pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan taman, kemudahan umum/sosial, serta museum sains yang memasukkan elemen numerik dan sarana untuk meningkatkan kesadaran serta kecakapan numerasi publik.
  3. Pelibatan perguruan tinggi dalam program-program penelitian dan dedikasi masyarakat untuk meningkatkan jumlah sarana dan kemudahan pendukung bermuatan numerasi, serta untuk mengembangkan kesadaran dan kecakapan numerasi masyarakat.
  4. Pelibatan anggota masyarakat dalam merencanakan kegiatan numerasi yang relevan dengan kegiatan dan kebutuhan mereka sehari-hari. Misalnya, memahami informasi yang terkait dengan harga materi kebutuhan pokok, pengukuran lahan untuk pencatatan hak milik, pencatatan data numerik yang terkait dengan identitas pribadi untuk kepentingan administratif (misalnya, data waktu kelahiran anggota keluarga).
  5. Pembudayaan sosialisasi informasi memakai data numerik, misalnya, nama jalan beserta nomor bangunan untuk informasi alamat dan lokasi tertentu (selain petunjuk arah mata angin yang lazim dipakai oleh sebagian kalangan masyarakat).
  6. Tersajikannya data numerik dalam kegiatan-kegiatan publik. Misalnya, pemandu acara menyajikan informasi-informasi yang berkaitan dengan numerasi dan memakai data numerik terkait sebuah kejadian.
  7. Pelibatan pelaku bisnis dalam pembuatan materi edukasi di media cetak, layar kaca, misalnya, dalam bentuk acara televisi untuk anak, remaja, dan orang cukup umur yang bermuatan numerasi.
  8. Pelibatan pelaku bisnis untuk melibatkan muatan numerasi dalam kegiatan penyuluhan publik. Contohnya, poster, infografis, videografis wacana taktik melaksanakan transaksi jual beli dengan efektif, cara menakar obat sebelum dikonsumsi, menakar pupuk untuk tanaman, pakan ternak, dan lain-lain. Materi kampanye ini disediakan di tempat yang gampang diakses publik, misalnya, apotek, puskesmas, koperasi, dan lain-lain. 

5.2.5 Penguatan Tata Kelola
  1. Pengalokasian anggaran khusus dalam dana desa dan dana pendampingan masyarakat untuk pengembangan materi, materi bacaan, dan kegiatan masyarakat yang berbasis dan bermuatan numerasi.
  2. Penguatan jaringan dan kerja sama antarunsur sentra mencar ilmu dalam masyarakat, misalnya, PKBM, TBM, perpustakaan daerah, tokoh masyarakat, forum swadaya masyarakat (LSM), institusi pemerintahan lain, universitas, serta institusi pendidikan lain dalam masyarakat.
  3. Peningkatan kapasitas pegiat literasi dan staf pemerintahan dalam mengelola dana dan perencanaan kegiatan literasi secara baik dan efektif.
  4. Peningkatan kiprah anggota masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan penggunaan dana desa untuk kegiatan-kegiatan yang pribadi dirasakan keuntungannya oleh warga desa.

BAB 6 PENUTUP 

Literasi numerasi merupakan kecakapan hidup periode XXI yang meningkat- kan kualitas sumber daya insan dan meningkatkan taraf hidup sehingga menentukan kemajuan sebuah bangsa. Strategi peningkatan kecakapan numerasi perlu dilakukan secara berkelanjutan dan melibatkan seluruh warga sekolah, keluarga, dan semua komponen masyarakat. Strategi ini perlu dirumuskan bersama dan diubahsuaikan dengan konteks kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat yang beragam.

Materi pendukung literasi numerasi ini diharapkan bisa berperan sebagai kerangka contoh bagi perumusan kegiatan literasi numerasi yang bermacam-macam dan kontekstual. Untuk mencapai pembaca sasaran dengan kondisi geografis serta kebutuhan dan minat pembaca yang beragam, materi pendukung ini juga sanggup menjadi contoh bagi penyusunan materi sosialisasi turunan, ibarat infografis, videografis, leaflet, dan panduan teknis lainnya. 

    Download Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)



    Download File:
    Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional).pdf

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional). Semoga bisa bermanfaat.

    Belum ada Komentar untuk "Buku Literasi Numerasi (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel