Suku Baduy – Asal, Lokasi, Bahasa, Etnis & Akidah Sunda Wiwitan


Kelompok etnis Baduy adalah suku asli Banten yang mendiami di kawasan Kabupaten Lebak. Suku Baduy juga sering disebut selaku Orang Kanekes atau Urang Kanekes dalam bahasa Baduy.





Jumlah masyarakat Baduy saat ini sekitar 26.000 jiwa dan tergolong suku minoritas di Indonesia. Hingga sekarang sebagian besar warga Baduy hidup dengan mengisolasi diri disebuah perkampungan. Mereka menilai bahwa dokumentasi dalam bentuk apapun adalah hal tabu.





anak baduy




Hal tersebut utamanya berlaku di kawasan Baduy Dalam. Sedangkan di kawasan Baduy Luar warganya lebih terbuka.






Asal Kata Baduy





Nama Baduy berasal dari istilah masyarakat luar penduduk Baduy. Awalnya para peneliti asal Belanda menganggap Suku Baduy sama dengan golongan Arab Betawi yang pada dikala itu hidup secara nomaden atau berpindah-pindah. Pendapat lain mengatakan bahwa penamaan tersebut sebab adanya Gunung Baduy dan Sungai Baduy di sebelah utara tempat mereka tinggal.





Masyarakat Baduy condong menentukan sebutan Orang Kanekes untuk menyebut diri mereka, sebab sebutan ini disesuaikan dengan nama wilayah mereka tinggal. Etnis Baduy juga lebih memilih disebut sesuai nama kampung yang mereka tinggali, misalnya Urang Cibeo.





Lokasi Suku Baduy





Masyarakat Baduy tinggal di kaki pegunungan Kendeng, tepatnya di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Banten. Jarak desa ini dari kota Rangkasbitung sekitar 40 km. Desa Kanekes berada di kawasan berbukit dengan ketinggian sekitar 300 hingga 600 meter diatas permukaan laut.





suku baduy




Masyarakat yang tinggal di kaki gunung disebut sebagai Baduy Luar. Pada dasarnya masyarakat Baduy Luar sudah hidup menyatu dengan penduduk yang lain. Mereka sudah mendapatkan dampak dari luar dan memiliki cara hidup yang nyaris sama dengan masyarakat kebanyakan.





Sedangkan masyarakat yang tinggal di atas pegunungan, yaitu Baduy Dalam atau orang Kanekes Dalam yang masih mengisolasi diri dari dunia luar. Hal ini dapat terlihat dari cara mereka berpakaian.





Bahasa Baduy





Orang Kanekes berkomunikasi dengan bahasa Sunda. Mereka juga berkomunikasi dengan bahasa Indonesia ketika berbicara dengan orang luar atau sesama Orang Kanekes Dalam. Namun tidak semua Orang Kanekes Dalam terbiasa dengan bahasa Indonesia.





Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis. Hal ini menyebabkan hal-hal yang berkaitan tentang budbahasa istiadat, cerita nenek moyang, sampai iktikad mereka hanya disampaikan secara ekspresi secara bebuyutan.





Orang Kanekes Dalam tidak mempunyai kemampuan menulis alasannya adalah mereka tidak bersekolah. Sekolah dianggap selaku hal yang berlawanan dengan adat istiadat. Pemerintah pada abad kepemimpinan Presiden Soeharto pernah menganjurkan dibangunnya sekolah di perkampungan mereka, tetapi pandangan baru ini ditolak.





Kelompok Suku Baduy





Wilayah Banten dulunya merupakan bab dari Jawa Barat yang lalu melaksanakan pemekaran dan menjadi provinsi terpisah. Oleh alasannya adalah itu, ada kesamaan akhlak budaya antara Orang Kanekes atau Suku Baduy dengan orang-orang Sunda. Bahasa yang mereka tuturkan pun sama, selain itu tampilan fisik mereka pun serupa.





adat baduy




Perbedaan Orang Kanekes dengan Suku Sunda adalah cara hidup dan keyakinan yang dianut. Orang Kanekes menutup diri dari dunia luar, sementara orang Sunda lebih terbuka, mendapatkan pendidikan, dan sebagian besar menganut agama Islam.





Secara biasa , masyarakat Kanekes terbagi menjadi 3 kalangan, yakni Tangtu, Panamping, dan Dangka. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing kalangan Suku Baduy, ialah:





1. Tangtu





Kelompok Baduy Tangtu lebih diketahui dengan istilah Suku Baduy Dalam atau Orang Kanekes Dalam. Hingga ketika ini, mereka masih mengerjakan adab istiadat warisan leluhur dengan sungguh ketat. Suku Baduy Dalam menempati 3 kampung, adalah Cikertawana, Cibeo, dan Cikeusik.





Orang Baduy Dalam mengenakan busana budpekerti berupa baju atasan berwarna putih alami, tepatnya putih gading. Terkadang mereka juga mengenakan baju berwarna hitam dan memakai ikat kepala berwarna putih.





Secara budbahasa, orang Baduy Dalam tidak boleh untuk berjumpa dengan orang ajaib, walaupun kini tidak seketat itu. Saat ini masyarakat luar diperbolehkan masuk ke perkampungan Baduy Dalam atas seizin pemimpin adab untuk kepentingan tertentu, misalnya untuk kepentingan observasi, atau kunjungan siswa sekolah untuk mempelajari cara hidup dan budaya penduduk Baduy.





Beberapa peraturan yang masih dipraktekkan dengan ketat oleh Suku Baduy Dalam ialah:





  • tidak mengenakan ganjal kaki
  • tidak mengenakan peralatan mandi yang yang dibuat dari bahan-bahan kimia, mirip sabun, sampo, dan pasta gigi
  • tidak menggunakan sarana transportasi modern, sehingga mereka selalu berlangsung kaki kemanapun mereka pergi
  • memakai pakaian berwarna putih atau hitam yang hanya boleh ditenun atau dijahit sendiri, tidak diperkenankan mengenakan pakaian terbaru
  • tidak memakai alat elektro
  • pintu rumah mesti menghadap ke selatan atau utara, kecuali rumah ketua adat yang disebut sebagai Pu’un




2. Panamping





Kelompok Panamping ialah kalangan masyarakat yang disebut selaku Suku Baduy Luar atau Orang Kanekes Luar. Mereka tinggal di desa-desa yang mengelilingi atau berada di luar Baduy Dalam. Beberapa desa tersebut antara lain Kaduketuk, Gajeboh, Cikadu, Kadukolot,Cisagu, dan lain-lain. Masyarakat Baduy Luar biasanya mengenakan pakaian berwarna biru gelap yang disebut warna tarum.





Orang Baduy Luar dianggap sudah keluar dari budpekerti. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:





  • mereka berhasrat untuk keluar dari daerah Kanekes Dalam
  • melanggar adat yang telah ditentukan di Kanekes Dalam
  • ingin menikah dengan orang Kanekes Luar




Orang Kanekes Luar memiliki beberapa ciri sebagai berikut:





  • mengenakan busana warna biru yang memiliki arti mereka telah tidak suci lagi, bahkan tak jarang mereka juga mengenakan pakaian terbaru mirip kaos dan celana jeans
  • sudah mengenal dan memakai teknologi, mirip peralatan elektro
  • sudah memakai peralatan rumah tangga modern, mirip kasur, piring dan gelas yang yang dibuat dari beling maupun plastik
  • pembangunan rumah rumah penduduk Kanekes Luar menggunakan alat-alat modern, seperti paku, palu, gergaji, dan lain-lain
  • meski tidak seluruhnya, tetapi sebagian dari orang Baduy Luar sudah memeluk agama Islam




3. Dangka





Kelompok Baduy Dangka tinggal di luar kawasan Kanekes. Saat ini hanya tersisa 2 desa, yaitu Sirahdayeh atau Cihandam dan Padawaras atau Cibengkung. Kelompok Dangka pada dasarnya hidup seperti masyarakat di luar Baduy.





Kepercayaan Suku Baduy





Orang Kanekes Dalam dan sebagian Kanekes Luar menganut akidah tradisional yang disebut selaku Sunda Wiwitan. Ajaran ini merupakan pemmemberian penghormatan terhadap arwah leluhur yang disebut Karuhun dan melakukan pemujaan terhadap roh kekuatan alam. Kepercayaan masyarakat Baduy juga hampir disamakan dengan animisme.





sunda wiwitan




Sunda Wiwitan yakni iktikad turun-temurun dari leluhur Kanekes, tetapi juga mendapatkan dampak dari Hindu dan Buddha, bahkan juga terpengaruh oleh agama Islam.





Mereka memuja roh kekuatan alam dengan cara selalu menjaga alam sekitar, seperti menjaga mata air, sungai, lembah, hutan, gunung, dan semua ekosistem yang ada. Karena itulah mereka dihentikan memakai materi-materi kimia dalam keseharian mereka, mirip deterjen, sabun, sampo, dan lain-lain.


Belum ada Komentar untuk "Suku Baduy – Asal, Lokasi, Bahasa, Etnis & Akidah Sunda Wiwitan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel